Fermented Food ala Jepang dan Indonesia

  Jika kita di Indonesia mengenal banyak sekali makanan hasil fermentasi seperti tempe, oncom, tauco, brem, tapai, peuyeum, dadih, tempoyak, ikan peda, bekasem, lema, petis, kecap, kecap ikan, dan terasi, maka Jepang juga memilikinya beberapa makanan hasil fermentasi.  Salah satu yang cukup terkenal adalah natto.


Jepang tidak terlalu banyak memiliki makanan hasil fermentasi dibandingkan dengan Indonesia.  Selain natto, Jepang punya katsuoboshi (ikan fermentasi kering), tsukemono (acar sayur), umeboshi (ume kering), benishoga (acar jahe), shiokara (seafood fermentasi) (shottsuru (kecap ikan).

Natto 
Rasa natto yang menyengat dan tajam menjadikannya salah satu makanan fermentasi Jepang yang paling “memecah belah” persatuan di antara orang Jepang sendiri dan orang asing. Mereka yang menikmatinya menyebut cita rasa natto adalah “biasa”, sedangkan mereka yang tidak menyukainya menyamakannya dengan memakan “sepatu tua”.

Natto adalah kedelai yang difermentasi dengan Bacillus subtilis var natto. Dahulu, pada pertengahan abad 11, tapi kemungkinan lebih awal lagi, kedelai masak dibungkus dengan jerami padi dan dibiarkan beberapa waktu lamanya. Selama waktu ini, bakteri dari jerami padi memfermentasi kedelai yang menyebabkan kedelai menjadi lembut dan lengket. Saat ini, natto komersial dibuat dengan menggunakan culture yang diisolasi, tidak lagi  mengggunakan metode tradisional dengan menggunakan pembungkus jerami.


Seperti kebanyakan makanan fermentasi, natto mempunyai banyak khasiat kesehatan yang menguntungkan, seperti tinggi protein dan serat, dan menghasilkan vitamin K dan B.


Natto dimakan dengan berbagai cara, biasanya sebagai sarapan, disediakan dengan nasi, telur mentah dan karashi (mustard Jepang). Ditambahkan ke dalam salad dan dimasak, dimasukkan dalam gulungan sushi.  Rasa kuat natto bisa diimbangi dengan menggabungkannya dengan daun bawang, jahe, wasabi, dan mustard.



Katsuoboshi
Katsuboshi adalah serpihan ikan berwarna beige dengan rasa umami yang kuat dan sedikit aroma asap. Katsuboshi digunakan untuk membuat dashi, kaldu yang membentuk dasar dari banyak sup (seperti miso) dan saus (soba no tsukejiru) dalam masakan Jepang dan digunakan sebagai topping untuk banyak hidangan seperti ohitashi, okonomiyaki, takoyaki, dan salad.

Seperti banyak makanan fermentasi, memproduksi katsuboshi adalah proses yang sangat telaten. Kepala dan bagian dalam ikan bonito katsuo (ikan tuna/cakalang) dipisahkan, badan dibagi menjadi 4 bagian, direbus sekitar 90 menit, didinginkan, tulangnya diambil, kulit dan lemak dibuang. Selanjutnya, fillet ikan diasap dan dijemur secara berulang, kemudian ikan dilapisi dengan cetakan khusus dan disimpan selama 2 minggu dalam ruang kultur.  Akhirnya, fillet ikan dikeluarkan dari cetakan dan dijemur.  Proses ini memakan waktu berbulan-bulan.  Fillet katsuboshi yang dihasilkan memiliki kandungan air kurang dari 18%, sehingga katsuboshi memiliki rasa umami yang khas yang berasal dari asam inosinate yang tinggi.



Tsukemono
Tsuke berarti acar atau pickle dalam Bahasa Jepang dan mono berarti sesuatu.  Jadi Tsukemono mengacu pada berbagai macam acar Jepang. Biasanya sayuran seperti mentimun, daikon, lobak, wortel, dan terong.

Sayuran diasamkan dengan rice vinegar, sake lees (lees adalah endapan yang tersisa dari produksi sake), miso, dedak padi, dan garam, dengan masing-masing metode pengawetan yang menciptakan karakteristik rasa unik. Acar dengan rice vinegar memiliki rasa asam yang tajam. Acar dengan sake lees memiliki rasa memabukkan. Acar dengan miso memiliki rasa khas asin dan sederhana. Acar dengan dedak padi memiliki rasa umami (gurih) dan sedikit asin.


Kadang dalam acar ditambahkan rempah-rempah seperti cengkeh untuk menambah aroma dan rasa. Tsukemono biasanya dimakan sebagai okazu, lauk pauk untuk makan dan sebagai otsumami, makanan kecil untuk dimakan dengan minuman beralkohol, sebagai hiasan untuk makanan, sebagian sajian dalam bagian kaiseki pada upacara minum teh.



Umeboshi
Umeboshi secara harfiah berarti ume kering. Umeboshi adalah plum jepang kering yang dibuat dari buah ume atau buah plum atau buah prune atau buah aprikot yang difermentasi. Umeboshi adalah salah satu jenis dari tsukenomo (acar/pickle Jepang).

Umeboshi dibuat melalui fermentasi asam laktat. Garam ditambahkan ke ume segar untuk menghasilkan bakteri asam laktat. Garam akan mengeluarkan cairan dari ume, kemudian air garam tersebut akan merendam ume sampai menembus ke dalam daging ume sehingga membuat ume menjadi awet. Lingkungan asam laktat ini juga akan menghambat pertumbuhan mikroorganisme dan enzim yang tidak diinginkan.  Buah ume biasanya dipanen pada bulan Juni, dibiarkan berfermentasi sampai akhir Juli, lalu dikeringkan di rak di bawah sinar matahari selama 4-7 hari di bulan Agustus.


Umeboshi memiliki penampilan keriput, berwarna pink, flavour yang kuat dengan rasa yang sangat asin “shiokarai” dan sangat asam “Shoppai”.


Umeboshi biasanya disajikan sebagai lauk pada sarapan dan makan siang serta sesekali pada makan malam. Umeboshi memiliki kandungan nutrisi yang tinggi terutama vitamin. Dahulu para samurai sebelum pergi ke medan perang mereka makan umeboshi untuk menambah energi.



Benishoga ( 生姜)
Benishoga adalah sejenis tsukemono (acar/pickle jepang) yang terbuat dari irisan tipis jahe yang direndam dalam umezu. Umezu(梅酢) atau plum vinegar adalah cairan yang dihasilkan pada proses pembuatan umeboshi.  Warna merah benishoga secara tradisional berasal dari perilla merah (Perilla frutescens var. Crispa), sedangkan secara komersial berasal dari pewarna buatan.  Benishoga biasa digunakan bersama gyudon, okonomiyaki, dan yakisoba.


Shiokara 
Shiokara adalah makanan khas Jepang berupa hasil fermentasi hewan laut di dalam larutan garam yang pekat. Adonan terfermentasi ini mengandung 10% garam, 30% kecambah beras, dibungkus dalam kemasan kedap udara, lalu difermentasi selama lebih kurang satu bulan.

Shiokara memiliki rasa dan bau yang sangat tajam dank has.  Bahkan hanya sebagian orang Jepang yang bisa menikmati makanan ini, sehingga dikenal sebagai salah satu chinmi, bercita ras langka.  Salah satu cara mengkonsumsinya adalah dengan memakan langsung dalam sekali telan dan diikuti dengan meminum wiski.  Karena itu beberapa bar di Jepang menyediakan makanan ini. Namun bisa pula dimakan bersama nasi seperti makanan khas Jepang yang lain.

Shottsuru
Shottsuru adalah kecap ikan khas Jepang.  Shottsuru dibuat dari ikan sarden, hering atau sisa-sisa limbah pengolahan ikan.  Pembuatannya hampir sama dengan pembuatan kecap ikan lainnta.  Penambahan antioksidan juga telah direkomendasikan dalam produk untuk mencegah ketengikan.




Soybean Fermented

Diantara produk fermentasi Jepang yang telah disebutkan mungkin yang terkenal adalah NATTO dan KATSUOBOSHI. Sedangkan Indonesia terkenal dengan TEMPE sebagai produk fermentasinya, tapi yang lain juga tidak kalah terkenalnya seperti ONCOM dan TAUCO. 







Fish and Shrimp Fermented
Indonesia juga mempunyai produk fermentasi hasil perikanan seperti TERASI dan PETIS. Tak lengkap makan jika tak ada sambal terasi, begitu yang sering kita dengar. Ini menandakan bahwa produk fermentasi Indonesia mempunyai "cita rasa" yang "aduhai" enaknya.








Other Indonesian Food Fermented
Indonesia juga punya TEMPOYAK, produk fermentasi durian. Makan nasi "anget" dengan sambal tempoyak, pindang patin, dan lalap perlu dicoba bagi yang belum pernah. Nikmatnya luar biasa.










Kita Indonesia "punya semua" yang tidak kalah dengan negara lain. Oleh karena itu mari jadikan produk fermentasi Indonesia "mendunia", tidak hanya TEMPE saja tapi yang lain juga.




Comments

Popular posts from this blog

Informasi Dibalik Indahnya Sebuah “Kemasan Beras Jepang”

Fermented Seasoning, meng"khas"kan masakan Jepang